Tokoh Dewan Adat Biak: Mendagri diminta Jelih terhadap Proses Pelantikan 11 Anggota terpilih DPRP Otsus jangan sampai dinilai diskriminasikan hak OAP

Jayapura,Saireri.com – Pdt.Hofni Simbiak Wakil Ketua II Dewan Adat Papua Bidang Pemerintahan Kabupaten Biak Numfor saat di temui di Jayapura Rabu 30/4/2025 menanggapi Lambatnya Proses Pelantikan 11 Anggota DPRP terpilih Kursi Pengangkatan atau Kursi Otsus oleh Gubernur Papua Ramses Limbong dan Mentri dalam Negri Tito Karnavian yang sudah Kurang lebih 4 bulan terkatung-katung nasib mereka di gantung oleh Pemerintah baik Pusat maupun Provinsi.
Tokoh Adat asal Saireri dari Kabupaten Biak Numfor ini mengatakan bahwa dengan Lambatnya 11 Orang anggota DPRP terpilih yang di utus oleh Masyarakat Adat di Wilayah Tabi-Saireri merupakan Pelanggaran Hak Konstitusional orang Papua yang di Lakukan oleh negara kepada 11 Anggota terpilih DPRP, berdasarkan hasil seleksi Pansel.
Saya perlu Jelaskan bahwa keberadaan ke 11 Anggota DPRP Pengangkatan ini bagian dari Rohnya otonomi khusus jadi kalau di Perhambat sama saja, negara tidak serius menangani Orang Asli Papua seperti amanat Undan – undang Otonomi khusus,”Ujar Pdt.Hofni Simbiak.
Dirinya menjelaskan Bahwa Otonomi khusus adalah Rekonsiliasi Politik antara Pemerintah Pusat dan Orang’ Asli Papua dari Sorong sampai Merauke Otonomi khusus ini menjadi Jalan tengah ketika OAP datang secara Bermartabat, Sopan dan Santun berbicara dengan Presiden Bj.Habibi di Jakarta untuk menyatakan diri lepas dari NKRI.
Hal ini karena banyak terjadi Pelanggaran Ham dan Ketidak Adilan yang di lakukan Pemerintah Pusat kepada Rakyat Papua terutama menyangkut Hak Konstitusional sebagai Individu maupun Pimpinan dan Kelompok.
“Khususnya berhubungan dengan bagaimana difasilitasinya Orang Asli Papua dalam partisipasi dan Aspirasi Politik melalui lembaga Negara di Daerah yaitu DPRD karena berlakunya UU Otsus maka berubah Nomenklaturnya menjadi DPRP, tetapi hingga saat ini DPRP tidak ada, Satu seper 4 dari 45 kursi DPRP atau 25 % itu artinya ada 11 Kursi yang diberikan Negara kepada Keterwakilan OAP di masing masing Wilayah Adat, tetapi sampai saat ini kita Dewan Adat melihat bahwa sudah 4 bulan DPRP berjalan tidak ada Keterwakilan Masyarakat adat yang kami utus bekerja, cuman Anggota DPRP Partai Politik.
Menurut Dewan Adat Papua, bahwa ada semacam perlakuan diskriminasi kepada kami Orang Asli Papua yang berasal dari masyarakat Adat terlebih khusus terkait dengan Kursi Otsus, sudah beberapa Periode Keterwakilan DPRP Kursi Otsus selalu di Perhambat oleh Pemerintah, yang tidak pernah ada niat baik untuk dilantik secara bersamaan DPR Papua melalui Jalur Partai Politik, ada apa di balik semua ini,” tanya Pdt.Ofni Simbiak.
Ia menambahkan bahwa dalam Peraturan Pemerintah No.6 turunan dari UU No.2 tahun 2021 tentang Otonomi khusus menyebutkan bahwa Anggota DPRP yang di pilih melalui Pemilihan umum lewat Partai Politik dan Anggota DPRP Melalu Jalur Pengangkatan harus di Lantik secara bersamaan, tetapi kenyataannya dilapangan tidak seperti apa yang di perintahkan Undang-undang inikan Negara sudah melanggar Hak Konstitusional Orang Asli Papua melalui Panitia Seleksi dan Pj.Gubernur karena (SK) nya disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri, dimana di katakan dalam Peraturan pemerintah bahwa 3 bulan sebelum Pelantikan anggota DPRP Kursi Parpol harus sudah selesai diProses Rekrutmen Kursi DPRP Jalur Pengangkatan, tapi nyatanya sama sekali Pemerintah tidak ada Realisasi dimana Pelantikan Anggota DPRP tidak bersamaan.
Pertanyaan kami dewan Adat mendasar kepada Pemerintah yang saat ini bekerja di Papua khusus lembaga legislatif itu bukan DPRP tatapi DPRD Provinsi Papua karena tidak ada keter wakilan Kursi Otsus nya, dengan demikian aspirasi dan Partisipasi Politik Orang Asli Papua tidak terkafer dengan baik, maka bisa dikatakan Proses penyelenggaraan Pemerintahan di Papua tidak melibatkan perwakilan OAP dalam membuat Aturan Perundang-undangan, Perencanaan Pembangunan Daerah dan Pengawasan Angaran Otonomi khusus secara Spesifik bagi OAP.
Wakil ketua Dewan Adat Papua yang juga mantan Pimpinan MRP sedikit menceritakan Pengalamanya menyaksikan Betapa luar biasanya Negara Indonesia memperlakukan orang Papua saat itu melalui Pemberian Kursi DPRP alasanya belum ada MRP Sehingga belum disusun Perdasus, olehnya itu dibagi Penambahan kursi tersebut kepada Partai Politik, dan yang berikut setelah ada Perdasus nya sudah hampir 3 periode kursi Pengangkatan selalu Diperlambat oleh Pemerintah.
Olehnya itu kami masyarakat Adat Bertanya apa sebenarnya yang di kehendaki negara melalui Kementerian Dalam Negeri untuk kami Orang Asli Papua.
Yang kami Dewan Adat heran terkait dengan Persoalan hasil Timsel yang telah menetapkan 11 Nama calon terpilih Anggota DPRP Kursi Pengangkatan Periode 2025-2030 dimana hingga saat ini nasibnya terus di gantung dimana Wakil Menteri Dalam Negeri mengatakan bahwa tunggu Putusan PTUN Jayapura atas Gugatan yang di sampaikan pihak yang merasa dirugikan.
Semestinya Mentari dalam negeri harus jelih melihat persoalan ini karena yang kita amati materi gugatan yang dilayangkan oleh para pihak ini tidak tepat atau salah Kamar dan sangat Prematur karena yang di Gugat itu Proses seleksi yang dilakukan Pansel dan Waktu kerja Pansel sudah berakhir.
Seharusnya yang di Gugat itu satu Keputusan Negara melalui Pejabat yang berwenang, seperti Keputusan Gubernur Papua Nomor: 100.3.3.1/KEP.73/2025 tanggal 11 Februari 2025 tentang Penetapan Calon Anggota DPRP Terpilih Melalui mekanisme Pengangkatan,”Ungkap Pdt.Hofni Simbiak.
Untuk itu Wakil Ketua Dewan Adat Papua Pdt.Hofni Simbiak mengharapkan agar Pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri dan Gubernur Provinsi Papua stop sudah bawa Orang Papua dalam Konflik terutama melalui wakil wakilnya yang telah di utus masyarakat Adat.
Kalau Gubernur tidak melakukan Pelantikan secepatnya maka kami Orang Papua menilai bahwa ada Konspirasi untuk melemahkan kami Orang Papua, karena seluruh pengambilan keputusan untuk membangun Papua tidak melibatkan kami sebagai Warga negara yang di jamin Khususan oleh Undang-undang yang di berikan negara pada kami,”Tegas Pdt.Hofni Simbiak. (Redaksi)