Fakta Iman: Demi nyawa orang-orang Kristen di Kenya 1 Orang Muslim rela ditembak mati Gerombolan teroris

Fakta Iman:  Demi nyawa orang-orang  Kristen di Kenya 1 Orang Muslim rela ditembak mati  Gerombolan teroris

SAIRERI.COM – Kita memang berbeda dalam Keyakinan Iman dan Agama Tetapi kita setara dalam Kasih dan Kemanusiaan di atas tanah Leluhur kita

“Penolakan terhadap Matius Derek Fakiri dan Velix Vernando Wanggai hanya karena beragama Muslim melukai persaudaraan sesama Penduduk Orang Asli Papua dan merusak kesaksian Kekristenan dan mencederai perdamaian di Tanah Papua Barat dari Sorong-Merauke. Mimbar-minbar Kristen menjadi semu dan hamba tanpa kasih yang hidup dan nyata bersumber dari SALIB Yesus Kristus”.

Oleh Gembala Dr. A.G. Socratez Yoman

Seorang Muslim di Kenya rela ditembak mati kelompok teroris Al-Shabab untuk melindungi saudara-saudara beragama Kristen.

Sementara di Tanah Papua Barat beberapa orang pendeta dan juga beberaps orang Kristen melonak Matius Derek Fakiri(MDF) dan Velix Vernando Wanggai(FW) dengan fanatisme agama secara sempit untuk ambisi dan ego kekuasaan.

Mari, kita jangan sibuk mengurus agama, keyakinan iman, ideologi dan nasionalisme orang lain. Kita harus mengerti arti kemanusiaan yang sesungguhnya dari perspektif iman kita masing-masing supaya kita hidup damai antar sesama manusia.

Ada satu pengalaman yang menjadi pelajaran berharga untuk kita semua, teruma kita orang-orang Kristen. Ini tentang seorang guru Muslim bernama Salah Farah yang kehilangan nyawanya karena melindungi orang-orang Kristen yang diancam dibunuh oleh kelompok teroris Al-Shabab di Kenya.

Pada 21 Desember 2015, Salah Farah bersama 60 orang lain berada di sebuah bus dalam perjalanan dari ibukota Kenya, Nairobi ke Mandera. Dalam perjalanan itu, militan al-Shabab menyerang dan menembaki bus tersebut. Seorang militan menghentikan bus, dan sambil menodongkan senjata meminta penumpang Kristen dan Muslim untuk berkumpul secara berkelompok menurut agama mereka. Salah Farah, Wakil Kepala Sekolah Dasar di Mandera menolak perintah itu. Ia justru mengatakan agar para teroris membunuh mereka satu persatu tanpa membedakan agama. Militan sebelumnya dikenal sering mengeksekusi kalangan umat Kristen dan sebaliknya membiarkan umat Islam bebas.

Para teroris itu pun menembak Farah dan mengenai bagian pinggul dan lengannya. Satu bulan kemudian ia meninggal dunia saat menjalani operasi medis. Sebelum meninggal, ia menuturkan kepada media tentang peristiwa itu. Kepada Voice of Amerika, Januari 2016, dari tempat tidurnya, ia mengungkapkan, “Manusia harus hidup damai bersama”.

Atas pengakuan dan keberanian melindungi Umat Kristen tersebut, Presiden Kenya Uhuru Kenyatta menganugerahi penghargaan “Grand Warrior of Kenya” pada 31 Maret 2016. Di depan parlemen Kenya, Uhuru Kenyatta memberikan pidatonya dan.memuji Farah dengan mengatakan umat Muslim menolak untuk dipecah-belah dengan terorisme (BBC).

Berikut kutipan lain pidato Uhuru Kenyatta:

“Kita bersaudara. Hanya agama yang membedakan kita, sehingga saya meminta kepada saudara-saudara Muslim agar menjaga umat Kristen sehingga umat Kristen juga menjaga kita. Dan mari kita membantu satu sama lain dan hidup bersama dengan damai”. (Voice of Amerika).

“Kita adalah penjaga saudara kita beragama Kristen. Saya salut dengan Salah Farah, guru Muslim yang meninggal demi melindungi umat Kristen dalam serangan Al-Shabab.” (The Daily Nation).

Pengalaman guru Muslim yang melindungi sahabat-sahabat Kristen dari ancaman pembunuhan dari kaum teroris ini memberikan contoh pengertian tentang kemanusiaan yang sesungguhnya. Bagaimana sikap, pijakan iman Kekristenan kita terhadap teman-teman kita Muslim, Hindu, Budha, Konghucu, Atheis dan Komunis?”

(Sumber: Tebing Terjal Perdamaian di Tanah Papua: Yoman, 2019:14).

Dalam buku saya berjudul: “KUASA KATA-KATA” pada Bab 31 hal. 115 yang bertopik: “JANGAN SIBUK MENGURUS KEYAKINAN IMAN ORANG LAIN”.

Bahasannya hanya singkat, tapi cukup memberikan bobot pengertian yan utuh dan benar untuk memahami arti kehidupan ini dan kemanusiaan kita.
Kutipan lengkap sebagai berikut:

“Kita jangan sibuk dengan mengurus atau mengganggu agama, keyakinan iman dan pandangan ideologi orang lain. Itu sama saja kita menjadi bagian dari orang-orang yang ikut terlibat menciptakan kegaduhan dan kekacauan dunia.

Sebaiknya, kita harus sibuk merawat dan membangun iman kita masing-masing, supaya kita menjadi seperti lilin yang bercahaya untuk kedamaian dunia. “…kamu becahaya di antara mereka seperti bintang-bintang di dunia” (Filipi 2:5c).”

“Praktek dalam memelihara dan merwat serta menumbuhkan iman, orang Kristen berkewajiban menjadi penjaga dan pelindung saudara Muslim, Hindu, Budha, Kinghucu, Atheis dan Komunis.

Sebaliknya, saudara Muslim, Hindu, Budha, Kinghucu, Atheis dan Komunis menjadi penjaga dan pelindung beragama Kristen Protestan dan Katolik.”

“Kita boleh berbeda dalam agama, keyakinan iman, dan pandangan ideologi politik serta asal suku, etnis, tapi kita tetap bersaudara atau bersahabat dalam kemanusiaan. Persaudaraan dan persahabatan antar sesama tidak dapat diperoleh dengan harga murahan dan cara membeli dengan sejumlah besar uang.
Nilai-nilai persaudaraan dan persahabatan yang sejati dibangun dengan landasan saling percaya, saling menerima, saling menghormati dan saling menghargai dalam berbagai perbedaan.”

Persaudaraan, persahabatan dan pertemanan dengan saling percaya itu kunci dalam realitas di bumi, karena kita tidak biasa hidup sendiri tanpa bantuan dan pertolongan orang lain.

Saya mau memberikan satu contoh atau gambaran sederhana. Pada saat satu orang Kristen sedang ada di pantai dan semua orang yang ada di pantai itu adalah orang-orang non Kristen atau Muslim. Pada saat itu, satu orang Kristen ini sedang mandi di pantai itu dan hampir tenggelam dan dia berteriak memohon atau meminta belas kasihan untuk ditolong dan diselamatkan dari maut yang mengancam nyawanya.

Apakah orang-orang non Kristen atau Muslim yang ada di pantai itu harus pergi memanggil orang Kristen untuk datang menolong untuk keselamatan nyawa orang Kristen ini? Saya yakin, orang-orang non Kristen yang berada di pantai itu melangkah dan bertindak menolong dan menyelamatkan orang Kristen yang hampir mati tenggelam ini.

Hidup ini saling membutuhkan dan saling menolong, dan saling memperhatikan, maka kita jangan sibuk dan mengganggu agama, keyakjnan, iman dan pandangan ideologi dan politik orang lain. Kita harus menghargai perbedaan.

Alangkah indahnya dan mulianya kehidupan yang memelihara solidaritas, keharmonisan, kesetaraan, keadilan, kasih, kejujuran diantara sesama manusia tanpa membeda-bedakan agama, keyakinan iman dan pandangan ideologi, politik, status sosial, latar belakang pendidikan dan kehidupan ekonomi”.

Terima kasih. Selamat membaca. Tuhan Yesus memberkati.

Ita Wakhu Purom, 13 Maret 2025

Redaksi Saireri.com

Redaksi Saireri.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *