Agama sebagai pembentuk Konfigurasi kultur Orang Asli Papua dalam kelembagaan Majelis Rakyat Papua
Kajian Antoropologis oleh Benny Sweny
Jayapura,Saireri.com – Sebagai lulusan Antropologi Uncen yang menjadi Anggota MRP Periode 2017-2023, dan kembali masuk sebagai Calon Terpilih Anggota MRP Periode 2023-2028 yang sedang menunggu pengesahan dan pelantikan oleh Mendagri, saya memperhatikan dinamika pemilihan calon anggota MRP Periode 2023-2028 yang membias dengan pro kontra terkait proses pemilihan, hasil pemilihan sampai eksistensi dan konfigurasi kelembagaan MRP, yang menjadi polemik dengan pertanyaan mengapa Agama masuk dalam Lembaga kultur ? dan kalau agama masuk, bukankah seharusnya wakil agama berasal dari wilayah budaya setempat, dan seterusnya.
Menurut Pakar Antropologi Koentjaraningrat, Kebudayaan manusia tidak terkandung dalam kapasitas organismenya, artinya tidak ditentukan dalam sistem gennya, berbeda dengan kemampuan-kemampuan organisme binatang. Meskipun demikian, dengan kebudayaannya, manusia dapat menjadi makhluk yang paling berkuasa dan berkembang biak paling luas di muka bumi ini. Koentjaraningrat berpendapat bahwa ada tujuh unsur kebudayaan sebagai isi pokok dari tiap kebudayaan di dunia, yaitu :
1. Bahasa
2. Sistem pengetahuan
3. Organisasi sosial
4. Sistem peralatan hidup dan teknologi
5. Sistem mata pencarian hidup
6. Sistem religi
7. Kesenian
Tiap-tiap unsur kebudayaan ini terwujud dalam tiga hal, yaitu; wujudnya yang berupa sistem budaya, yang berupa sistem sosial, dan yang berupa unsur-unsur kebudayaan fisik.. Tiga Wujud Kebudayaan J.J. Honingmann dalam bukunya The World Of Man (1959) membagi “gejala kebudayan” menjadi tiga, yaitu: (1) ideas, (2) activities dan (3) artifacts. Koentjaraningrat berpendirian bahwa kebudayaan itu ada wujudnya, yaitu:
*Pertama*, wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya. Ini adalah wujud ideal dari kebudayaan. Sifatnya abstrak, tak dapat diraba atau difoto. Karena tempat ide, gagasan ada di dalam kepala-kepala, perkataan lain, dalam alam pemikiran masyarakat di mana kebudayaan itu hidup. Dalam kata lain disebut dengan adat atau adat istiadat.
*Kedua*, wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat. Sifatnya kongkret, dapat diobservasi, difoto, didokumentasikan, terlihat sehari-hari di sekeliling kita. Wujud ini disebut dengan sistem sosial atau social system, mengenai tindakan berpola dari manusia itu sendiri. Sistem sosial terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia-manusia yang berinteraksi, berhubungan, serta bergaul satu dengan yang lain dari detik ke detik, dari hari ke hari, dan dari tahun ke tahun, selalu menurut pola-pola tertentu.
*Ketiga*, wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Kebudayaan fisik yang telihat berupa hasil fisik dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat. Sifatnya kongkret berupa benda atau segala hal yang bisa diraba, dilihat, difoto.
Sedangkan bila bicara tentang sistem nilai budaya merupakan tingkat yang paling tinggi dan paling abstrak dari adat istiadat. Hal tersebut dikarenakan nilai-nilai budaya itu merupakan konsep-konsep mengenai apa yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar dari warga suatu masyarakat mengenai apa yang mereka anggap bernilai, berharga, dan penting dalam hidup.
Bila ditarik lebih lanjut dari perspektif institusional-nya maka, institusi mana yang bertanggung jawab mengelolah/mengatur unsur-unsur budaya ini maka dapat dilihat disini bahwa unsur bahasa, system peralatan/teknologi, system mata pencaharian, system pengetahuan, kekerabatan dan organisasi sosial ini diatur oleh kepemipmpinan Adat/Kelembagaan Adat dan sistim religi oleh kelembagaan agama.itu sendiri.
Lembaga Agama telah masuk dan memberikan pengaruh dalam pembentukan kultur Orang Asli Papua yang berbeda karakteristik-nya dengan suku-suku bangsa lainnya di muka bumi ini. Contohnya Agama Kristen, sejak Injil pertama kali dibawa oleh Rasul Ottow dan Gessler pada 5 Februari 1855 di Mansinam, telah meng-introdusir nilai-nilai dan norma masyarakat Orang Asli Papua yang terwujud dalam tindakan-tindakan masyarakat seperti setiap sabtu mengikuti ibadah Sabbath oleh Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh, setiap hari minggu mengikuti ibadah bagi umat Kristen Protestan dan Katolik yang umumnya merupakan kultur yang diciptakan dan dikembangkan oleh lembaga agama telah ber-akulturasi menjadi suatu sistim religi yang dianut sebagai keyakinan dan tumbuh pada suku-suku bangsa setempat di Papua.
Artinya bahwa sumber pembentuk budaya masyarakat Papua adalah nilai dan norma budaya yang lahir dan tumbuh didalam masyarakat setempat dan agama yang masuk dengan membentuk konfigurasi kultur Orang Asli Papua.
Dengan demikian sudah tepat dan proporsional bahwa unsur adat dan unsur agama sebagai pembentuk kultural Orang Asli Papua dimasukan dalam kelembagaan Majelis Rakyat Papua yang merupakan Lembaga representasi kultural Orang Asli Papua.
Lalu pertanyaannya, apa alasan unsur perempuan yang dimasukkan sebagai salah satu unsur dalam kelembagaan Majelis Rakyat Papua ? Dari perspektif Antropologi yang menguraikan tiga fase pertumbuhan kepribadian manusia (internalisasi, sosialisasi, enkulturasi) dimana fase internalusasi menjadi fase penting yangmana menjalankan proses panjang individu yang dilahirkan belajar dan diterima menjadi bagian dan sekaligus mengikat diri kedalam nilai-nilai dan norma-norma social dari perilaku suatu masyarakat. Perempuan sebagai seorang Ibu/Mama akan mengajarkan nilai-nilai budaya yang fundamental dari unsur-unsur budaya yang disebutkan diatas, seperti Bahasa, Religi/Agama, kesenian, mata pencaharian hidup, dan seterusnya, sehingga sudah tepat unsur perempuan menjadi bagian dari konfigurasi kultural Orang Asli Papua yang ada dalam Lembaga Majelis Rakyat Papua.
Terkait dengan pertanyaan apakah perwakilan agama di MRP harus berasal dari kultur masyarakat wilayah budaya setempat atau bisa dari wilayah budaya lainnya di Tanah Papua, tentu ini kembali kepada otonomi dan otoritas kelembagaan agama masing-masing yang mempunyai sejarah, juridiksi dan aturan kelembagaan untuk menentukan wakilnya duduk di Lembaga Majelis Rakyat Papua.