*Dicari Pejabat Gubernur Papua*
Stanley Adi Prasetyo:Pengamat Masalah Papua, Ketua Dewan Pers 2016-2019.
Jayapura,Saireri.com – Di kutip dari Media KOMPAS.Id, – Sejak Enembe ditangkap dan dibawa ke Jakarta, Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Papua Mohamad Ridwan Rumasukun ditunjuk merangkap jabatan sebagai Pelaksana Harian (Plh) Gubernuszr Provinsi Papua pada 11 Januari 2023. Hal ini disebabkan Wakil Gubernur Papua Klemen Tinal meninggal pada 21 Mei 2021. Perangkapan jabatan ini sudah berlangsung hampir delapan bulan.
Kekosongan jabatan pejabat gubernur dan perangkapan yang ada ditengarai telah membuat pelayanan publik oleh Pemerintah Provinsi Papua tak berjalan efektif. Apalagi sejumlah pos anggaran keuangan dibekukan sementara untuk kepentingan audit guna pengusutan kasus korupsi yang diduga dilakukan Enembe.
Dalam model pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) di tingkat provinsi, seorang gubernur adalah pejabat pengguna anggaran (PA), sementara sekda adalah seorang kuasa pengguna anggaran (KPA). PA adalah pembuat dan penyusun kebijakan strategis, sedangkan KPA adalah pelaksana penggunaan anggaran yang ditunjuk PA untuk merealisasikan kebijakan yang telah ditetapkan.
Menteri Dalam Negeri perlu segera menindaklanjuti dengan mengajukan usulan nama seorang pejabat (Pj) gubernur untuk Provinsi Papua kepada Presiden. Presiden dan Wapres butuh segera merespons dan memproses nama-nama yang diajukan. Pemerintah tak boleh membiarkan kevakuman terjadi berlama-lama.
*Pj gubernur dan OAP*
Memang masa jabatan Enembe baru akan berakhir pada September 2023. Namun, sekitar sebulan lagi partai-partai politik akan mendaftarkan nama pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yang secara serentak juga akan mendaftarkan nama para calon kepala daerahnya, mulai dari tingkat provinsi hingga kabupaten dan kota.
Provinsi Papua membutuhkan seorang Pj gubernur yang mampu menyiapkan dan mewujudkan situasi yang kondusif bagi pelaksanaan Pemilu 2024.
Pihak Kementerian Dalam Negeri, melalui Mendagri Tito Karnavian, telah mengirimkan surat tertanggal 21 Juli 2023 dengan Nomor 100.2.1.3/3734/ SJ tentang usulan nama Pj gubernur kepada Ketua DPRD, termasuk Ketua DPR Papua.
DPR Papua mengusulkan tiga nama yang semuanya orang asli Papua (OAP) yang dari sisi pengalaman, kepangkatan, dan rekam jejak dianggap layak. Konon nama-nama sudah diproses oleh Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri.
Belakangan muncul kehebohan di kalangan masyarakat Papua karena surat Kemenko Polhukam bocor. Dalam sebuah surat yang dikeluarkan Kemenko Polhukam RI Nomor R-17/KP.04.00/6/2023 tanggal 20 Juni 2023 tentang usulan calon Pj gubernur Papua, pihak Kemenko Polhukam memunculkan nama lain, yaitu pejabat dari lingkungan Kemenko Polhukam sendiri yang bukan OAP dan berlatar belakang militer.
Masyarakat dan sejumlah tokoh Papua menolak keras usulan ini. Sembilan badan eksekutif Universitas Cendrawasih, Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Cabang Jayapura, dan sejumlah tokoh adat menyatakan mendukung DPR Papua yang mengusulkan OAP untuk jadi Pj gubernur Papua.
Isu OAP barangkali memang perlu mendapat perhatian. Hal ini disebabkan dalam proses penyusunan UU No 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) bagi Provinsi Papua dan juga UU No 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas UU No 21 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, eksistensi OAP mendapatkan perhatian dan tempat khusus dalam sejumlah pasal.
Pasal 12 Huruf A UU No 2 Tahun 2021 menyebutkan bahwa yang dapat dipilih menjadi gubernur dan wakil gubernur adalah warga negara RI orang asli Papua (OAP).
Pada tahun 2000, saat pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, penulis ikut dalam berbagai diskusi dan pertemuan dengan sejumlah tokoh masyarakat di Sentani, Abepura, dan Jayapura, yang membahas rancangan UU Otsus Papua. Salah satu pembahasan panjang adalah terkait siapa OAP dan mengapa perlu memberikan tempat kepada OAP, tidak hanya untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, tetapi juga untuk maju sebagai pemimpin.
Otsus Papua memang tak bisa dilepaskan dari OAP. Begitu juga OAP selalu terkait dengan keberlangsungan otsus Papua. Papua adalah sebuah wilayah di mana berlaku kebijakan otsus. Semua kebijakan politik semestinya berlandaskan pada roh dan semangat otsus, sebagai pertanggungjawaban moral politik, dan sebagai bentuk konsistensi dalam mengimplementasikan roh dan semangat otsus.
Pengistimewaan OAP memang bisa digolongkan sebagai sebuah kebijakan diskriminatif. Namun, apabila ditelaah lebih lanjut, keberadaan OAP lebih merupakan sebuah diskriminasi positif yang berada dalam bingkai kebijakan afirmatif untuk mendorong kemajuan, percepatan, dan OAP untuk mengatasi ketertinggalan dari saudara-saudara mereka, sesama anak bangsa Indonesia. Kebijakan seperti ini juga diterapkan di beberapa negara lain, seperti halnya kebijakan terhadap orang Aborigin di Australia.
Kondisi kini, pasca-penetapan dan penangkapan Enembe, anggaran dan bantuan APBD yang tadinya dialokasikan untuk sejumlah pos kegiatan dikurangi atau malah ada yang distop. Termasuk dukungan anggaran untuk Kantor Perwakilan Komnas HAM Papua, Komisi Informasi Provinsi Papua, sejumlah dewan adat, dan lain-lain.
Semua orang tahu, Provinsi Papua dalam berbagai indeks merupakan provinsi dengan indeks yang selalu berada di urutan ketiga atau kelima terbawah dari 34 provinsi yang ada.
Mulai dari Indeks Pembangunan Manusia, Indeks Demokrasi Indonesia, Indeks Kemerdekaan Pers, Indeks Keterbukaan Informasi Publik, Indeks Tata Kelola Pemerintahan Daerah, Indeks Tata Kelola Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, Indeks Kebahagiaan, Indeks Kemiskinan, hingga Indeks Tingkat Pengangguran Terbuka.
Masalah penyanderaan pilot Susi Air berkewarganegaraan Selandia Baru, Philip Mark Mehrtens, hingga kini juga belum ada jalan keluarnya.
Kriteria Pj gubernur
Masa jabatan Pj gubernur Papua memang akan singkat sekali. Namun, posisinya sangat vital. Mungkin dalam memilih dan menetapkan Pj gubernur Papua ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan.
Selain kesetiaan kepada Negara Kesatuan RI yang tak boleh disangsikan, pengalaman dan rekam jejak yang mumpuni dari calon, juga dibutuhkan figur yang memiliki kemampuan berkomunikasi dengan semua pihak, transparan, antikorupsi, dan mengarusutamakan hak asasi manusia.
Figur Pj gubernur Papua semestinya adalah orang yang memiliki jejaring luas; mampu berdialog dengan masyarakat, kelompok adat, kelompok agama, dan juga dengan jajaran TNI dan Polri. Di luar itu, figur yang nanti dipilih harus memiliki banyak inovasi untuk memajukan Papua, termasuk mengantarkan masyarakat Papua melakukan transformasi digital di wilayah Papua.[●]