SIKAPI ISU AGAMA & KLAIM WILAYAH ADAT PADA PSU PAPUA OLEH CALON PEMIMPIN

SIKAPI ISU AGAMA & KLAIM WILAYAH ADAT PADA PSU PAPUA OLEH CALON PEMIMPIN

Ditulis Oleh – Victor Buefar

SAIRERI.Com – Papua adalah rumah bagi keragaman, suku, budaya, agama, dan sejarah yang unik. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, kita menyaksikan peningkatan penggunaan isu agama dan klaim wilayah adat dalam ranah politik praktis. Hal ini tidak membawa kemajuan atau persatuan, melainkan memperdalam jurang perpecahan sosial, politik, dan bahkan berpotensi mengarah pada konflik horizontal ditengah masyarakat.

Dasar-Dasar Hukum

1. UUD 1945 Pasal 28E Ayat (1-2) : Menjamin hak setiap orang untuk memeluk agama dan menyampaikan pendapat tanpa tekanan. Penyalahgunaan isu agama dalam politik melanggar prinsip kebebasan dan mendorong diskriminasi.

2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu : Pasal 280 Ayat (1) huruf c dan d melarang pelibatan SARA (Suku, Agama, Ras dan Antargolongan) dalam kampanye politik.

3. UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua : Mengedepankan penghormatan terhadap nilai-nilai budaya dan adat istiadat Papua, namun bukan untuk dijadikan alat politik yang memecah belah.

Argumentasi, Mengapa Isu Agama dan Adat Berbahaya Jika Dipolitisasi ?

1. *Memecah Belah Masyarakat* : Ketika isu agama atau klaim adat dijadikan alat politik, masyarakat cenderung terbelah atas dasar identitas primordial, bukan visi dan program pembangunan.

2. *Menciptakan Diskriminasi Terselubung*: Masyarakat non-adat atau berbeda agama merasa termarjinalkan dalam hak-haknya sebagai warga Papua yang setara.

3. *Menurunkan Kualitas Demokrasi* : Pemilu menjadi ajang adu sentimen bukan adu gagasan, program, dan integritas calon.

4. *Menjadi Pemicu Konflik Horizontal* : Politik identitas yang mengandalkan agama atau adat seringkali memunculkan kekerasan atau intimidasi terhadap kelompok tertentu.

*Contoh Kasus Nyata di Papua dan Daerah Lain*
1. Konflik Politik dan Agama di Papua (Kasus Isu Babi Hutan) : Baru-baru ini, dalam kontestasi politik di Papua, muncul isu bahwa salah satu kandidat disebut sebagai “babi hutan”, istilah yang memicu kegaduhan karena mengandung konotasi yang merendahkan dan menyulut konflik antar wilayah dan agama. Isu ini digunakan untuk memobilisasi basis tertentu, namun justru menimbulkan ketegangan antar suku dan komunitas agama di wilayah Tabi dan Saireri.

2. Pilkada DKI Jakarta 2017 : Walau bukan di Papua, Pilkada ini adalah contoh nyata bagaimana isu agama digunakan secara brutal dalam kampanye. Akibatnya, terjadi polarisasi tajam antara umat beragama, bahkan masih terasa hingga sekarang dalam kehidupan sosial. Ini menjadi cermin buruk jika diterapkan di Papua yang pluralitasnya sangat rapuh.

3. Klaim Wilayah Adat dalam Konflik DOB Papua : Beberapa kelompok elite menggunakan klaim wilayah adat sebagai alasan penolakan Daerah Otonomi Baru (DOB), bukan karena kepentingan rakyat tetapi demi menjaga kuasa politik wilayah tertentu. Hal ini membuat rakyat terpecah dan menciptakan kecurigaan antar suku di Papua seperti orang pesisir dan juga orang pegunungan.

*Solusi dan Rekomendasi*
1. Edukasi Politik dan Hukum Kepada Masyarakat perlu diberikan pemahaman bahwa politik identitas yang ekstrem tidak akan membawa Papua ke arah pembangunan, tetapi memperlambat integrasi sosial dan ekonomi.

2. Mengangkat Program, Bukan Identitas, Oh iyah Kandidat politik seharusnya berlomba menyampaikan program yang menyentuh kebutuhan rakyat seperti pendidikan, ekonomi, dan infrastruktur, bukan mempermainkan sentimen agama dan adat.

3. Peran Tokoh Adat dan Agama Sebagai Perekat, Para tokoh harus mengambil peran sebagai penjaga kedamaian, bukan menjadi alat politik praktis.

Akhir kata pesan saya bahwa Politik identitas berbasis agama dan adat adalah jalan sempit yang menghambat kemajuan Papua. Jika kita ingin Papua bangkit dan setara dengan daerah lain, maka kita harus keluar dari jebakan politik sektarian. Bangunlah Papua di atas dasar persatuan, keadilan sosial, dan penghargaan atas perbedaan.

“Papua tidak butuh pemimpin yang memperalat agama dan adat, tetapi yang mengangkat martabat semua anak Papua.”

Soli Deo Gloria, Tuhan Yesus Memberkati Tanah Papua

Redaksi Saireri.com

Redaksi Saireri.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *